Tugas Pendidikan Kewarganegaraan 3

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 3
Happy Melati Emilania
33418063
2ID07


1.    Rangkuman BAB VII mengenai Dinamika Historis Konstitusional, Sosial-Politik, Kultural, serta Konteks Kontemporer Penegakan Hukum yang Berkeadilan.
       Negara merupakan kelompok masyarakat tertinggi karena mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat untuk kepentingan umum yang lebih tinggi demi tegaknya hukum. Negara dipandang sebagai subyek hukum yang mempunyai kedaulatan (sovereignity) yang tidak dapat dilampaui oleh negara mana pun. Ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia adalah melaksanakan penertiban dan keamanan, mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya, pertahanan, dan menegakkan keadilan.
       Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang semua penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan serta kemasyarakatannya berdasarkan atas hukum, bukan didasarkan atas kekuasaan belaka. Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau kenegaraan harus didasarkan atas hukum. Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi
bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama
sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni:
1)      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2)      Memajukan kesejahteraan umum
3)      Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4)      Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
       Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi hukum, sektor sarana dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang mempunyai tugas
untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga kepolisian adalah sebagai lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta lembaga kehakiman sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah
diperbaharui menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman
dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan yaitu:
1.    Peradilan Umum
2.    Peradilan Agama,
3.    Peradilan Militer; dan
4.    Peradilan Tata Usaha Negara.
            Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya; sedangkan peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkaraperkara tertentu dan mengadili golongan rakyat tertentu. Keempat lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan secara bertingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan tingkat kasasi. Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.

2.         Rangkuman BAB VIII mengenai Dinamika Historis, Urgensi Wawasan Nusantara sebagai Konsepsi dan Pandangan Kolektif Kebangsaan Indonesia dalam Konteks Pergaulan Dunia
Wawasan Nusantara berasal dari dua kata wawasan dan nusantara. Wawasan artinya pandangan. Sementara kata “nusantara” artinya pulau sebagai kepulauan yang diantara laut atau bangsa-bangsa yang dihubungkan oleh laut. Dalam deklarasi djuanda tanggal 13 Desember 1957 wawasan nusantara bermula dari wawasan kewilayahan, yang memiliki inti segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia.
Keluarnya Deklarasi Djuanda 1957 membuat wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah. Laut bukan lagi pemisah pulau, tetapi laut sebagai penghubung pulau-pulau Indonesia. Melalui perjuangan di forum internasional, Indonesia akhirnya diterima sebagai negara kepulauan (Archipelago state) berdasarkan hasil keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982. Wawasan nusantara yang bermula dari Deklarasi Djuanda 1957 selanjutnya dijadikan konsepsi politik kenegaraan. Rumusan wawasan nusantara dimasukkan dalam naskah Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai hasil ketetapan MPR mulai tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Setelah GBHN tidak berlaku disebabkan MPR tidak lagi diberi kewenangan menetapkan GBHN, konsepsi wawasan nusantara dimasukkan pada rumusan Pasal 25 A UUD NRI 1945 hasil Perubahan Keempat tahun 2002. Wawasan nusantara sebagai konsepsi kewilayahan selanjutnya dikembangkan sebagai konsepsi politik kenegaraan sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungan tempat tinggalnya sebagai satu kesatuan wilayah dan persatuan bangsa.
Rumusan wawasan nusantara termuat pada naskah GBHN 1973 sampai 1998 dan dalam Pasal 25 A UUD NRI 1945. Menurut pasal 25 A UUD NRI 1945, Indonesia dijelaskan dari apek kewilayahannya, merupakan sebuah negara kepulauan (Archipelago State) yang berciri nusantara. Berdasar Pasal 25 A UUD NRI 1945 ini pula, bangsa Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mengakui pentingnya wilayah sebagai salah satu unsur negara sekaligus ruang hidup (lebensraum) bagi bangsa Indonesia yang telah menegara. Ketentuan ini juga mengukuhkan kedaulatan wilayah NKRI di tengah potensi perubahan batas geografis sebuah negara akibat gerakan separatisme, sengketa perbatasan antar negara, dan pendudukan oleh negara asing.
Bangsa Indonesia menunjukkan komitmennya untuk mengakui pentingnya wilayah sebagai salah satu unsur negara sekaligus ruang hidup (lebensraum) bagi bangsa Indonesia yang telah menegara. Ketentuan ini juga mengukuhkan kedaulatan wilayah NKRI di tengah potensi perubahan batas geografis sebuah negara akibat gerakan separatisme, sengketa perbatasan antar negara, dan pendudukan oleh negara asing.


3.         Analisa dari Berita Tentang Dinamika Historis Konstitusional, Sosial-Politik, Kultural, serta Konteks Kontemporer Penegakan Hukum yang Berkeadilan yang Berjudul Orang Tidak Mampu juga Berhak atas Penegakan Hukum yang Berkeadilan.
Analisa :
Proses penegakan hukum sebagai alat kriminalisasi yang dimaksud karena tujuh hal. Pertama, pada saat penentuan tersangka tidak adanya check and balances. Kedua, minimnya akuntabilitas penentuan tersangka. Ketiga, tidak adanya pemulihan atas hak pelaku yang dilanggar hak-haknya. Keempat, lemahnya akuntabilitas penahanan dan penahanan berkepanjangan. Kelima, tidak adanya batas status tersangka. Keenam, mengejar pengakuan tersangka termasuk menggunakan penyiksaan. Ketujuh, pembatasan akses penasihat hukum.
Menurut Mahfud MD, akibat adanya perilaku koruptif itu, laju pemerintahan menjadi terhambat. "Laju pemerintahan juga dihambat oleh lembaga-lembaga penegak hukum yang tidak profesional, yang korup," kata Mahfud dalam Rakornas Pemerintah Pusat dan Forkopimda di Sentul International Convention Center, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019). "Presiden tahu di mana letaknya koruptor itu. Saya sudah berdiskusi dengan Presiden itu benar, letaknya ada di aparat penegak hukum.
"Kasus ini ada juga di Jakarta itu. Saya bawa itu ke Ketua MA, waktu itu saya Ketua MK masih punya pengaruh, saya bilang, 'Pak ini ada orang Betawi tanahnya dirampas pengembang, ketika dia lapor polisi tanahnya malah diproses pengadilan masuk penjara. Dan di MA akhirnya bebas tapi enggak tahu nasib tanahnya sekarang'," tutur Mahfud. Mahfud melanjutkan, banyak juga putusan hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi tidak bisa diseksekusi. Lagi-lagi, hal ini disebabkan karena perilaku korupsi. Ke depan, Mahfud ingin supaya perilaku koruptif di lingkungan aparat penegak hukum hilang, supaya laju pemerintahan terus berkembang. "Sehingga hukum itu tidak tegak, terkesan orang kalau punya masalah hukum takut, misalkan benar jadi malah salah.

4. Analisa dari Berita Tentang Dinamika Historis, Urgensi Wawasan Nusantara sebagai Konsepsi dan Pandangan Kolektif Kebangsaan Indonesia dalam Konteks Pergaulan Dunia.
Analisa :
Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI melakukan audiensi dengan Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS) RI dipimpin Ketua PPUU DPD RI John Pieris dan Gubernur Lemhanas RI Letnan Jenderal TNI Agus Widjojo, membahas RUU tentang Wawasan Nusantara yang diinisiasi oleh DPD RI, di Gedung Lemhanas RI, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juni 2019.
Berbagai kalangan di Indonesia sangat peduli terhadap berbagai perkembangan di Indonesia, mulai dari perkembangan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Sekarang terdapat hal lebih besar tapi terlihat kecil yang harus lebih diperhatikan oleh semua orang di Indonesia saat ini, yaitu kondisi atau perkembangan wawasan nusantara Indonesia. Sekarang, kondisi wawasan nusantara di negeri tercinta sudah terkikis secara signifikan, hal itu dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang tidak hafal Pancasila, melupakan UUD 1945, dan tak peduli dengan pemerintah dan negara Indonesia. Banyaknya masyarakat tidak paham tentang falsafah dan dasar Negara ini dan membuatnya semakin buruk.
Pasal 7 ayat 3 Keppres No. 64 tahun 1999 sebetulnya sudah memberikan petunjuk tentang “beres-beres kamar” itu: peninjauan kembali keanggotaan Indonesia dalam organisasi-organisasi internasional harus dikerjakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Peninjauan kembali keanggotaan Indonesia dalam suatu organisasi internasial guna merapikan struktur dan bisa mempermudah pengaturan dalam suatu organisasi tersebut.
Soal lainnya adalah biaya. Pemerintah mesti mengongkosi perjalanan dinas utusan-utusan negara, yang tentu tak murah, serta membayar iuran berkala. Sebagai anggota Partners in Population and Development, badan kerja sama negara-negara Selatan yang berkantor di Dhaka, Bangladesh, misalnya, saban tahun Indonesia mesti membayar iuran $20 ribu. Pada 2015, kita membayar lebih dari $1,9 juta kepada Southeast Asian Fisheries Development Center. Dan yang terbaru, sumbangan Indonesia untuk anggaran PBB tahun ini mencapai $12,4 juta. Usai rapat, Sekretaris Negara Pramono Anung mengatakan kepada Antara bahwa Indonesia akan tetap mengikuti 158 organisasi, sebab keanggotaan di dalamnya “bersifat strategis dan permanen” atau “teknis”, sedangkan keanggotaan dalam 75 organisasi lain akan dinilai ulang oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta beberapa lembaga lain. Selain perkara manfaat dan ketersediaan dana, tujuan setiap organisasi juga akan diperiksa kembali. Itu memang urusan yang mendesak. Dalam dokumen “Keanggotaan Indonesia pada Organisasi Internasional” yang diterbitkan Kementerian Luar Negeri, ada sejumlah organisasi yang tujuannya terkesan tumpang-tindih





Komentar